Menwa Dulu
Pada awalnya Resimen Mahasisawa adalah organisasi para-militer yang didirikan di dalam kampus. Memiliki kemampuan seperti militer aktif pada umumnya dan pada masanya efektif digunakan sebagai cadangan pertahanan di daerahnya masing-masing. Di Jawa Barat Resimen Mahasiswa menjadi salah satu tumpuan untuk mempertebal kekuatan Tentara aktif guna mempertahankan home front Jawa Barat dan sekitarnya dari ancaman fisik dan separatisme kelompok yang ingin memisahkan atau merubah ideology negara Pancasila. Sejarah mencatat kontribusi Resimen Mahasiswa pada masanya mampu memadamkan pergerakan-pergerakan yang inkonstitusional dan cenderung maker. Kemampuan Resimen Mahasiswa bisa dikatakan setara dengan organik TNI, kemampuan Paratroops, Demolisi, penggunaan berbagai macam senjata laras penjang, pendek, senapan mesin sampai granat termasuk kemampuan intelijen strategis di miliki oleh para anggotanya yang menjadikan satuan Resimen Mahasiswa bisa dikatakan tidak kalah elite dengan satuan organik pada zamannya. Palagan perjuangan Resimen Mahasiswa juga bukan tempat yang sealakadarnya, medan Trikora dipedalaman Kalimantan, wilayah rawan Timor-timor sampai penugasan pasukan PBB kontingen Garuda pernah di ikuti oleh anggotanya. Tidak sedikit yang harus meregang nyawa dan kembali ke haribaan diakibatkan penugasan di lapangan. Taman Makam Pahlawan Seroja di Timor-timur menjadi saksi bisu tubuh seorang Resimen Mahasiswa di semayamkan. Dari deretan kisa diatas bisa di tarik kesimpulan bahwa betapa penting dan elitenya posisi Resimen Mahasiswa pada saat zaman kejayaannya.
Reformasi kebablasan?
Tuntutan Reformasi di Indonesia menyeruak lantang kepermukaan dan seolah-olah menjadi gelombang dahsyat yang menenggelamkan serta menyeret siapa saja yang di terjangnya dan pada akhirnya mampu menurunkan Presiden sepuh saat itu yaitu Jenderal Besar (purn) Soeharto dari tampuk kekuasaannya. Tidak ada yang menyangka bahwa pemimpin yang dikenal dengan sebutan Smiling General itu akan turun dengan cara yang tragis. Kondisi politik mendadak merubah haluan, semua orang bereforia menyuarakan reformasi yang akhirnya berakibat pada berbondong-bondongnya kelompok kepentingan menyebrang haluan. Semua yang berbau Soeharto adalah penjahat dan patut di buang atau dihapus, lalu menwa bagaimana?. Betul sekali menwa mendapatkan gilirannya!. Serentak diseluruh Indonesia Menwa diminta di bubarkan demi alasan menuntaskan agenda reformasi. Mulai dari waktu itu menwa di preteli sampai hampir terhapus dari pentas sejarah Indonesia, perjuangan menwa pada saat itu begitu berat antara “hidup segan mati tak mau” menjadi istilah yang sangat pas menggambarkan carut marut nya kondisi pada saat itu. Menwa menjadi korban Reformasi kebablasan? Menwa pada awalnya adalah anak kandung cita-cita Revolusi Bung Karno, program mobilisasi umum perebutan Irian Barat merupakan ide Soekarno dan berimbas pada persiapan Resimen Serba Guna sebagai Corps Sukarelawan dan mempengaruhi menwa pada saat itu. Reformasi sesungguhnya adalah salah sasaran apabila menargetkan menwa sebagai organisasi yang harus di berangus dilihat dari asek sejarahnya dahulu.
Polemik dualisme organisasi yang sama-sama mencintai Menwa
Anggota menwa di manapun berada, adalah kader militan untuk mewujudkan cita-cita kesejahteraan bangsa. Reformasi telah mengkhawatirkan mantan-mantan menwa diseluruh Indonesia dimana regenerasi menwa menjadi terancam. Apabila regenerasi mati maka bisa dipastikan menwa akan bubar dengan sendirinya. Untuk itu tercetuslah sebagian kecil alumninya untuk membentuk organisasi yang di klaim merupakan lembaga tertinggi di Menwa yaitu Komando Nasional (konas) Menwa Indonesia yang dahulu tidak pernah sama sekali di kenali keberadaan dan landasan hukumnya. Dilain hal muncul pula lembaga tandingan yang mengclaim serupa sebagai organisasi Induk Menwa yaitu Korps Menwa Indonesia. Persamaan sekaligus perbedaan organisasi yang sama-sama militant terhadap menwa ini terletak pada landasan hukum. Dimana Konas di klaim sebagai komando pusat menwa Indonesia satuan-satuan organik/anggita aktif sebuah organisasi luar yang mampu menembus kewenangan universitas dalam struktur komando. Begitu pula Korps Menwa Indonesia yang terdaftar sebagai Organisasi Masyarakat (ormas) dipaksakan harus masuk menjadi lembaga mahasiswa yang melakukan kegiatan mahasiswa aktif di dalam kampus yang sudah jelas-jelas dilarang dan merupakan pelanggaran berat apabila organisasi dalam kampus berafiliasi kepada organisasi masyarakat apapun namanya. Dua organisasi yang didirikan oleh alumni ini baik Komando Nasional maupun Koprs Menwa Indonesia pada dasarnya baik adanya, yaitu adalah untuk mempertahankan eksitensi menwa, tetapi melihat perkembangan yang terjadi menjadi tidak mungkin bahwa menwa akan hancur diakibatkan konflik dualisme dan pembinaan regenerasi yang mulai diabaikan baik oleh Konas dan Korp, sebagai bukti pembinaan yang yang yang penulis claim tersendat adalah minimnya regenerasi “muka-muka baru” dalam dua organisasi ini, lebih mengutamakan konsolidasi anggota ‘sepuh’ dibandingkan dengan anggota ‘muda’ yang seharusnya merupakan asset berharga di masa depan apabila memang dua organisasi ini fokus kepada cita-cita pembinaan menwa.
Butuhnya Jalan Keluar
Menwa berada dipersimpangan jalan, menwa rawan pecah akibat dualisme, regenerasi tersendat, tantangan kampus semakin beragam dan anggota aktif yang memiliki motivasi tinggi semakin menyusut baik dari segi kemampuan dan kualitas mentalnya diakibatkan tidak dilibatkan dalam masalah-masalah strategis dan minim pembinaan. Lalu mau dibawa kemana menwa? Menwa berada di persimpangan jalan! Itulah istilah yang cocok menggambarkan keadaan real menwa sekarang. Penulis berpendapat bahwa dibutuhkan sebuah jalan keluar untuk menyeret kembali Menwa pada jalurnya yang benar. Dan itu harus dimulai dari kemauan tulus semua pihak untuk mau berjalan kearah penyelesaian masalah. Energy sia-sia sudah di habiskan menwa selama ini. Konflik tidak produktif malah melemahkan pihak sendiri. Butuh kerelaan kedua belah pihak untuk mau mengarahkan organisasinya untuk pembinaan anggota yang merupakan kewajiban kita bersama untuk merealisasikan regenerasi dan itu butuh kerelaan semua untuk merealisisikan motto Widya Castrena Dharma Shida dan Panca Dharma Satya Menwa terutama point ke 5 yaitu mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi maupun golongan. Penulis berpendapat yang bisa meyeleaikan permasalahan ini adalah anggota aktif yang merupakan inti kehidupan organisasi menwa, tiap satuan dan batalyon merupakan pemegang warisan organisasi ini dan yang harus memutuskan. Kita selalu senior dan alumni harusnya hanya mementori bukan mendikte. Selanjutnya sekarang kembali lagi kepada pertanyaan umum diatas, mau dibawa kemana menwa? Mau terus tersesat di persimpangan atau mulai memutuskan untuk bergandengan tangan dan mulai menemukan jawaban mau kearah mana sebenarnya kita mengarah sekarang? Berikan kepercayaan bahwa adik-adik penerus kita tidak kalah hebat kalau diasah kemampuannya dan diberikan kesempatan. Dan penulis 1000% sangat percaya itu bisa!. Tinggal mau atau tidak?
Penulis : Rizki Alamsyah H., S.IP ( NBP. 1091.08.44463 ) merupakan alumni Menwa Yon II Unpad
0 Komentar