Sejarah Menwa Batalyon II Universitas Padjadjaran

Sumber Foto : http://danarsip.blogspot.co.id/2010/09/kompi-w-dalam-yon-iiunpad.html
Mahasiswa Berlatih

Krisis politik pada tahun 1950 – an mencapai puncaknya pada 14 Maret 1957, yakni ketika perdana Menteri Ali Sastroamidjojo secara resmi mengembalikan mandat kepada Presiden, dan setelah itu Presiden Soekarno langsung menyatakan SOB atau keadaan perang dan Darurat Perang untuk seluruh wilayah Republik Indonesia. Kabinet Ali tidak berhasil mengatasi krisis politik yang bersumber dari perlawanan elite sipil dan militer di beberapa daerah terhadap pemerintah pusat.
            Sementara itu pemerintah pusat juga masih disibukkan dengan pemberontakan DI/TII yang semakin menghebat. Gerakan Darul Islam yang bertujuan mendirikan negara Islam Indonesia muncul pertama kali di Jawa Barat. Gerakan ini dipimpin Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, pendiri pesantren Suffah di Malangbong.
            Kusus untuk Jawa Barat, pemerintah juga berusaha memulihkan kondisi keamanan wilayah ini karena fungsinya sebagai daerah penyangga ibukota Negara. Lebih – lebih Di/TII Jawa Barat menunjukan peningkatan kekuatan yang mencemaskan pemerintahan. Dalam kurun 1948 – 1949 DI/TII menguasai sekitar sepertiga wilayah pedalaman Jawa Barat. Kemudian mencapai puncak kekuatannya dengan sekitar 13.000 anggota dan 3.265 pucuk senjata pada tahun 1957.1
            Upaya pemulihan keamanan Jawa Barat berada di bawah tanggung jawab Panglima Daerah Militer VI/ Siliwangi selaku penguasa Perang Daerah Jawa Barat. Dengan kekuasaan sebagai penguasa Perang Daerah, Pangdam VI/ Siliwangi Kolonel R.A. Kosasih mengeluarkan keputusan nomor kpts 40-2/5/1959 tanggal 13 Mei 1959 tentang program wajib latih kemiliteran bagi mahasiswa perguruan tinggi di Jawa Barat.
            Dalam Sebuah pertemuan dengan sejumlah pimpinan perguruan tinggi di Bandung Pangdam menjelaskan bahwa program wajib latih militer bagi mahasiswa bukan dimaksudkan sebagai usaha pihak tentara untuk memiliterisasi mahasiswa. Melainkan semata sebagai usaha meningkatkan kesadaran bela negara dan kewaspadaan nasional di kalangan mahasiswa.
            Penjelasan tersebut secara tidak langsung untuk menjawab kecurigaan pihak – pihak di luar tentara yang menganggap program tersebut sebagai langkah politik tentara untuk meluaskan pengaruh di kalangan mahasiswa. Sejak peristiwa 17 Oktober 1952, banyak pihak mencermati sikap politik tentara, khususnya Angkatan Darat yang dimotori Jenderal A.H. Nasution. Dalam pidato pada ulang tahun pertama Akademi Militer Nasional (AMN) 11 November 1958, Jenderal A.H Nasution yang saat itu menjabat kepala Staf Angkatan Darat melontarkan sebuah konsep yang dinamakan konsep “Front Lebar” atau “ Jalan Tengah”. Konsep tersebut menggambarkan sikap tentara yang tidak akan mengambil kekuasaan, melainkan berpatisipasi dalam pengambilan keputusan di semua tingkatan sebagai salah satu kekuatan yang turut menentukan nasib bangsa. Terlebih setelah Jenderal A.H. Nasution membersihkan Divisi Siliwangi sebagai kesatuan yang paling dapat dipercaya dengan menempatkan perwira – perwira kesatuan yang paling dapat diperya, diantaranya adalah Kolonel R.A. Kosasih.
            Program  wajib latih kemiliteran tersebut berlangsung selama 20 minggu, di mulai sejak 13 Juni sampai dengan 14 September 1959 dengan peserta latihan sebanyak 960 Mahasiswa dari Universitas Padjadjaran, Institut Teknologi Bandung, Universitas Parahyangan, Akademi Pendidikan Jasmani, dan Akademi PTT (Pos, Telegrap dan Telepon). Mereka disebar ke dalam 6 kompi latihan dan ditempatkan di asrama Kiansantang di Jalan Tongkeng, Bandung.
            Program wajib latih mahasiswa Jawa Barat tesebut merupakan program latihan kemiliteran bagi mahasiswa yang pertama kali diadakan di Indonesia sejak demobilisasi pelajar dan mahasiswa pejuang pada awal tahun 1960-an. Program serupa diadakan kembali pada tahun 1961 dalam rangka pembebasan Irian Barat (Trikora). Mahasiswa yang pernah mengikuti Wajib Latih tahun 1959 dipanggil kembali untuk dilatih ulang. Kali ini mereka dihimpun dalam organisasi Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat.

Mahasiswa Serba Guna

Masalah wilayah Irian Barat yang tidak kunjung diserahkan kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia, memperkeras tuntutan nasional untuk membebaskan Irian Barat. Tekad ini diwujudkan dalam berbagai tindakan, antara lain menasionalisasi perusahaan milik belanda, pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda pada 17 Agustus 1960, dan persiapan di bidang militer.
            Upaya persiapan di bidang militer diawali dengan penambahan persenjataan. Untuk itu dibentuk sebuah misi militer di bawah pimpinan Menteri Keamanan Nasional/KSAD, Jenderal A.H. Nasution, yang bertugas membeli senjata dari luar negeri. Pada mulanya Indonesia ingin membeli senjata dari negara – negara barat, terutama Amerika Serikat, tetapi mereka menolak menjual kepada Indonesia. Misi dilanjutkan ke negara – negara komunis, terutama Uni Soviet pada Desember 1960. Kali ini misi berhasil mengadakan perjanjian pembelian persenjataan dengan Uni Soviet, dan memantapkan perjanjian tersebut pada tahun 1961.
            Sementara itu bidang politik pertahanan, MPRS menetapkan pertahanan rakyat semesta sebagai sistem pertahanan nasional pada 3 Desember 1960. Ketetapan ini dilatarbelakangi keadaan Angkatan Udara dan Angkatan Laut yang dinilai belum mampu melakukan pertahanan garis depan untuk menghadapi invasi asing. Karenanya Angkatan Perang harus melancarkan perang teritorial atau perang wilayah agar jalannya perang dapat berlarut – larut hingga menguras tenaga musuh. Dalam perang wilayah, Angkatan Darat merupakan unsur utama yang didukung oleh Angkatan Udara dan Angkatan Laut.
            Pada 19 Desember 1961 Presiden Sukarno mencanangkan Trikora dalam rapat umum di Alun – Alun Utara, Yogyakarta, Trikora menandai dimulainya konfrontasi terhadap kerajaan Belanda. Persiapan pertahanan negara, khususnya pembentukan Home – Front yang kokoh merata segera dialakukan pemerintah dengan memperluas latihan kemiliteran bagi warga sipil. Para mahasiswa pun tidak luput dari kewajiban mengikuti latihan kemiliteran. Untuk itu Menteri Keamanan Nasional, Jenderal A.H. Nasution mengeluarkan surat keputusan nomor MI/B/00307/1961 tanggal 30 Desember 1961 tentang usaha memperluas latihan ketangkasan keprajuritan (kemiliteran) dalam rangka mempertinggi dan menggalang kewaspadaan nasional di kalangan mahasiwa. Latihan kemiliteran bagi mahasiswa tersebut merupakan bentuk pendahuluan dari program Wajib Latihan yang akan di atur di dalam Undang – Undang Wajib Latihan.
            Beban pengelolaan latihan kemiliteran bagi mahasiswa tersebut dibagi antara kementerian Keamanan Nasional dan TNI. Untuk pembiyaan latihan dibebankan kepada Menteri Keamanan Nasional, sedangkan pelaksanaan latihan berada dalam tanggung jawab Angkatan Darat.
            Untuk melaksanakan Keputusan Menteri Keamanan Nasional tersebut di Jawa Barat, Pangdam VI/Siliwangi, Brigadir Jenderal Ibrahim Adjie selaku Penguasa Perang Daerah Jawa Barat mengeluarkan surat keputusan nomor Kpts : 04-7/1/PPD/1962 tanggal 10 Januari 1962.11 isi pokoknya antara lain, (1) perintah kepada semua dekan dan pimpinan universitas, perguruan tinggi, dan akademi pemerintah maupun swasta di Jawa Barat untuk membentuk Resimen Serba Guna Mahasiswa, dan (2) perintah kepada Presiden (Rektor) Universitas Padjadjaran untuk mengoordinasi usaha – usaha pembentukan Resimen Serba Guna Mahasiswa tersebut selekas mungkin, dan melaporkan hasil pembicaraan koordinatif tersebut kepada penguasa Penguasa Perang Daerah Jawa Barat pada 1 Febuari 1962.
            Selain itu Pangdam VI/Siliwangi mengeluarkan surat perintah nomor SP.237/1962 tanggal 13 Januari 1962 kepada Kapten Ojik Soeroto. Isinya adalah perintah penugasan sebagai Komandan Batalyon I Resimen Serba Guna Mahasiwa terhitung mulai 1 Juli 1962. Pada 20 Januari 1962 Rektor Universitas Padjadjaran membentuk sebuah badan koordinasi bernama Badan Persiapan Pembentukan Resimen Serba Guna Mahasiswa Daerah Militer VI/Siliwangi. Susunan keanggotaan badan koordinasi tersebut sebagi berikut : Rektor Universitas Padjadjaran, Prof. Drg. R.G. Soeria Soemantri sebagai koordinator, Pembantu Rektor Institut Teknologi Bandung, Dr. Isrin Nurdin sebagi Wakil Koordinator 1, Pembantu Rektor Universitas Parahyangan, Drs. Koesdarminto sebagai Wakil Koordinator II, dan Mayor Mochammad Soenarman dari Pusat Psikologi Angkatan Darat sebagi sekretaris.
            Pada awal Febuari 1962 Badan Persiapan Pembentukan Resimen Serba Guna Mahasiswa Daerah Militer VI/Siliwangi melaporkan hasil kerjanya kepada Pangdam. Setelah itu Pangdam mengeluarkan surat keputusan nomor Kpts: 07-2/2/PPD/1962 tanggal 9 Febuari 1962 tentang petunjuk pelaksanaan pembentukan Resimen Serba Guna Mahasiswa, yang intinya membagi realisasi pembentuk Resimen Serba Guna Mahasiwa dalam dua bidang.
            Sejalan dengan proses seleksi calon kader, Kapten Ojik Soeroto mengumpulkan data mahasiwa yang pernah mengikuti program Wajib Latih tahun 1959. Mereka akan diwajibkan mengikuti refreshing course (latihan ulangan) dan tambahan. Dari pendataan tersebut diketahui bahwa mahasiswa mantan peserta Wajib Latih tahun 1959 di Kota Bandung dahulu berjumlah 960 orang, kini tersisa 320 orang karena sebagian dari mereka telah menyelesaikan pendidikannya tay pindah ke luar kota Bandung.
            Mulai Febuari 1962 para mantan Wajib Latih 1959 tersebut menjalani latihan ulangan selama 10 Minggu, disambung dengan latihan tambahan selama 14 hari yang dikenal dengan sebutan latihan “Pasopati”. Latihan ulangan dan tambahan tersebut diselenggarakan oleh Rinif Daerah Militer VI/Siliwangi di sebuah tempat pendidikan infantri di daerah Bihbul, yang terletak di sebelah timur Kota Bandung, dipimpin Komandan Latihan, Kapten Mangemis yang memimpin sebuah kompi pelatih.
            Penutupan latihan dilakukan pada 20 Mei 1962 oleh Pangdam VI/Siliwangi yang sekaligus melantik peserta latihan sebagi anggota Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat sebagai bagian organik dari kodam VI/Siliwangi.
            Kapten Ojik Soeroto memimpin Batalyon I Resimen Serba Guna Mahasiswa yang terdiri dari empat kompi. Kompi 1 dan II beranggotakan mahasiswa Istitut Teknologi Bandung, Kompi III beranggotakan mahasiswa Universitas Padjdjaran, dan Kompi IV beranggotakan mahasiswa Universitas Parahyangan dan akademi negeri. Dalam kompi – kompi tersebut, semua jabatan mulai dari wakil komandan regu sampai komandan kompi diisi oleh mahasiswa.
            Setelah disusun pula kompi – kompi pelatih untuk melatih anggota batalyon – batalyon mahasiswa pertahanan sipil. Hal ini mencerminkan kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan anggota Resimen Mahasiswa untuk menjelaskan pelatihan dasar – dasar kemiliteran bagi sesama mahasiswa. 

Mahawarman
Sejak pembentukannya Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat belum mempunyai identitas khas korps. Karena itu muncul keinginan di kalangan anggota Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat untuk memiliki lambang kehormatan dan kebanggaan kesatuan untuk memperkuat semangat korps. Lambang – lambang tersebut diperlukan untuk menumbuhkan ikatan lahir dan batin di antara anggota Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat. Kemudian diajukanlah usulan nama dan rancangan dhuaja ( bendera ) Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat kepada Menko Hankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution. Usulan tersebut diterima, yang ditandai dengan keluarnya keputusan Menko Hankam/KASAB No. M/B/86/64 tanggal 12 Juni 1964 tentang pengesahan Dhuaja Resimen Mahasiswa Jawa Barat.  Pada Dhuaja Resimen Mahasiswa Mahawarman lambang Mahawarman terletak di satu sisi, dan sisi lainnya terletak lambang Kodam Siliwangi. Dalam Appel besar di lapangan Gasibu Bandung untuk memperingati hari jadi Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat pada 13 Juni 1964, sengaja mengambil tanggal 13 Juni sebagai tanggal peristiwa bersejarah program Wajib Latih Mahasiswa tahun 1959, Menko Hankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution didampingi Menteri PTIP Prof. Ir. Thojib Hadiwidjaja dan Pangdam VI/Siliwangi Brigadir Jenderal Ibrahim Adjie, meresmikan penggunaan nama “Resimen Mahawarman” sebagai nama Resimen Mahasiswa Jawa Barat, dan menyerahkan langsung Dhuaja Resimen Mahawarman kepada Komandan Batalyon I Resimen Mahasiswa Jawa Barat, Kapten Ojik Soeroto.
            Proses penciptaan nama Mahawarman yang bersifat bottom – up memperlihatkan bahwa organisasi Resimen Mahasiswa bercorak grassroot, tumbuh berkembang dari dan oleh mahasiswa sendiri. Selain peresmian nama Mahawarman dan penyerahan dhuaja, dalam appel tersebut juga dilakukan pengucapan janji Resimen Mahasiswa Mahawarman. Berikut ini adalah isi selengkapnya janji tersebut dengan penulisan mengikuti ejaan aslinya. Dalam Musyawarah Kerja 1 Resimen Mahasiwa Mahawarman yang berlangsung pada 12 sampai dengan 20 September 1966 dilhirkan “Panca Dharma Satya” sebagai ikrar Resimen Mahasiswa Mahawarman.
Sejak pembentukannya Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat belum mempunyai identitas khas korps. Karena itu muncul keinginan di kalangan anggota Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat untuk memiliki lambang kehormatan dan kebanggaan kesatuan untuk memperkuat semangat korps. Lambang – lambang tersebut diperlukan untuk menumbuhkan ikatan lahir dan batin di antara anggota Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat. Kemudian diajukanlah usulan nama dan rancangan dhuaja ( bendera ) Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat kepada Menko Hankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution.
Usulan tersebut diterima, yang ditandai dengan keluarnya keputusan Menko Hankam/KASAB No. M/B/86/64 tanggal 12 Juni 1964 tentang pengesahan Dhuaja Resimen Mahasiswa Jawa Barat.  Pada Dhuaja Resimen Mahasiswa Mahawarman lambang Mahawarman terletak di satu sisi, dan sisi lainnya terletak lambang Kodam Siliwangi. Dalam Appel besar di lapangan Gasibu Bandung untuk memperingati hari jadi Resimen Serba Guna Mahasiswa Jawa Barat pada 13 Juni 1964, sengaja mengambil tanggal 13 Juni sebagai tanggal peristiwa bersejarah program Wajib Latih Mahasiswa tahun 1959,
Sumber Foto : http://danarsip.blogspot.co.id/2010/09/kompi-w-dalam-yon-iiunpad.html
MenkoHankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution didampingi Menteri PTIP Prof. Ir. Thojib Hadiwidjaja dan Pangdam VI/Siliwangi Brigadir Jenderal Ibrahim Adjie, meresmikan penggunaan nama “Resimen Mahawarman” sebagai nama Resimen Mahasiswa Jawa Barat, dan menyerahkan langsung Dhuaja Resimen Mahawarman kepada Komandan Batalyon I Resimen Mahasiswa Jawa Barat, Kapten Ojik Soeroto.
            Proses penciptaan nama Mahawarman yang bersifat bottom – up memperlihatkan bahwa organisasi Resimen Mahasiswa bercorak grassroot, tumbuh berkembang dari dan oleh mahasiswa sendiri. Selain peresmian nama Mahawarman dan penyerahan dhuaja, dalam appel tersebut juga dilakukan pengucapan janji Resimen Mahasiswa Mahawarman. Berikut ini adalah isi selengkapnya janji tersebut dengan penulisan mengikuti ejaan aslinya. Dalam Musyawarah Kerja 1 Resimen Mahasiwa Mahawarman yang berlangsung pada 12 sampai dengan 20 September 1966 dilhirkan “Panca Dharma Satya” sebagai ikrar Resimen Mahasiswa Mahawarman.

            Sekarang saya berbicara status Resimen Mahasiswa di zaman reformasi, setelah peristiwa penggulingan pemerintahan Orde Baru, mahasiswa di Indonesia memiliki sikap traumatis terhadap apa namanya militer, sebagian mahasiswa menganggap bahwa Resimen Mahasiswa bagian dari militeris mini yang ada di dalam kampus, dan menuntut pula agar Resimen Mahasiswa ini di tiadakan di dalam kampus. Bahkan statusnya sebagai komponen cadangan di bekukan, di zaman reformasi ini status Resimen Mahasiswa seperti mahasiswa biasa lainnya yang langsung di bawahi oleh universitas dan bukan lagi sebagai komponen cadangan.

Referensi : Buku Petunjuk Garis Besar Haluan Resimen Mahasiswa Mahawarman Batalyon II Universitas Padjadjaran

Posting Komentar

0 Komentar